Uncategorized

Legenda Maluku – Asal Usul Pulau Seram

Di zaman dahulu kala, sebelum Pulau Seram dikenal luas sebagai tanah terbesar di Maluku, Gempatoto wilayah itu hanyalah hamparan laut luas yang ditinggali para dewa dan roh leluhur. Laut biru tenang itu adalah tempat arwah bersemayam sebelum turun ke bumi. Pada suatu ketika, seorang dewa laut yang bernama Opo Sahala memandang ke bawah dan merasa bahwa lautan tanpa daratan adalah sesuatu yang hampa. Ia menginginkan sebuah tanah tempat manusia bisa hidup, bercocok tanam, dan membangun kehidupan. Dengan tongkat saktinya, ia memukul permukaan laut tiga kali. Dari dalam laut, muncullah sebuah daratan yang mula-mula kecil lalu semakin melebar, dan daratan itu kemudian menjadi Pulau Seram.

Opo Sahala lalu memanggil para roh leluhur untuk menjaga daratan itu. Mereka ditugaskan untuk menciptakan gunung, sungai, dan hutan. Gunung-gunung yang menjulang disebut sebagai punggung naga raksasa yang tidur di bawah tanah. Sungai-sungai yang berliku adalah jejak air mata naga itu ketika ia merindukan laut. Hutan-hutan rimbun ditumbuhkan dari rambut para roh penjaga. Seiring waktu, tanah Seram menjadi subur dan hijau.

Namun, kehidupan masih belum lengkap tanpa manusia. Opo Sahala lalu menurunkan sepasang manusia pertama dari langit. Mereka bernama Nunusaku dan Hatulesi. Keduanya ditempatkan di sebuah dataran tinggi yang kelak disebut Gunung Nunusaku. Dari sana, mereka hidup dan berkembang biak, melahirkan banyak anak. Anak-anak itu kemudian menyebar ke berbagai penjuru Pulau Seram dan melahirkan suku-suku pertama di Maluku.

Ketika anak-anak Nunusaku dan Hatulesi bertambah banyak, perselisihan mulai muncul. Sebagian ingin tetap tinggal di pegunungan, sebagian lain ingin hidup di tepi laut. Opo Sahala yang melihat itu merasa prihatin. Ia lalu menetapkan hukum adat: siapa pun yang tinggal di pegunungan wajib menjaga hutan dan sungai, sedangkan mereka yang di tepi laut wajib menjaga laut dan pantai. Dengan begitu, keseimbangan alam tetap terjaga.

Meski demikian, legenda menyebutkan bahwa naga besar di bawah Pulau Seram sesekali bergerak. Bila manusia lupa menjaga keseimbangan, naga itu menggeliat dan menimbulkan gempa. Oleh karena itu, masyarakat Maluku selalu menjaga hubungan dengan alam, menghormati laut, hutan, dan gunung, karena semua itu dipercaya sebagai bagian dari warisan leluhur yang lahir dari tongkat sakti Opo Sahala. Hingga kini, orang Seram percaya bahwa Gunung Nunusaku adalah pusat asal-usul mereka, dan di sanalah roh leluhur tetap bersemayam menjaga anak cucu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *