Itinerary 3 Hari di Jambi-Kota Bertuah
Hari Pertama: Menyapa Kota Jambi dan Jejak Sejarah di Tepi Batanghari
GEMPATOTO Pagi itu matahari baru saja muncul di ufuk timur, langit Jambi masih lembut berwarna jingga muda ketika kamu mendarat di Bandara Sultan Thaha. Udara terasa lembab tapi hangat, khas kota yang dikelilingi sungai dan hutan tropis. Dari bandara, kamu menuju pusat kota — perjalanan sekitar dua puluh menit, melewati jalanan yang ramai oleh pedagang kecil dan becak motor yang berjejer di tepi jalan.
Setelah menaruh barang di hotel, kamu mulai petualangan dengan mengunjungi Candi Muaro Jambi, salah satu kompleks percandian Buddha terluas di Asia Tenggara. Perjalanan ke sana butuh sekitar 40 menit dari kota, tapi pemandangan sepanjang jalan membuatnya terasa singkat: sawah hijau, kebun karet, dan rumah-rumah kayu bergaya Melayu berdiri tenang di pinggir jalan.
Begitu tiba di kompleks candi, suasana langsung berubah. Angin semilir membawa aroma tanah lembab dan dedaunan. Kamu berjalan di jalan setapak yang membentang panjang, diapit oleh sisa-sisa batu bata merah kuno. Pemandu lokal menceritakan bahwa candi ini dulu adalah pusat pembelajaran agama Buddha di masa Kerajaan Sriwijaya. Di bawah rindangnya pohon, kamu bisa membayangkan para bhiksu zaman dulu yang bermeditasi di sini.
Siang menjelang, kamu mampir ke warung makan khas Jambi di dekat kompleks. Sepiring tempoyak ikan patin, masakan fermentasi durian yang dimasak dengan ikan sungai, membuatmu terdiam sejenak. Rasanya unik — asam, pedas, gurih, dan sedikit manis. Sesuatu yang hanya bisa kamu temukan di tanah Jambi.
Sore hari, perjalanan dilanjutkan ke Jembatan Gentala Arasy, ikon kebanggaan kota Jambi yang membentang megah di atas Sungai Batanghari. Saat matahari perlahan tenggelam, air sungai memantulkan warna keemasan yang indah. Kamu berjalan santai di jembatan pejalan kaki sambil menikmati hembusan angin dan melihat lampu kota mulai menyala satu per satu. Malamnya kamu makan malam di tepi sungai — menikmati sate pisang, minum teh talua hangat, dan mendengarkan suara perahu nelayan yang masih beraktivitas. Hari pertama ditutup dengan rasa damai dan nostalgia.
Hari Kedua: Alam Tersembunyi dan Keindahan Danau Kaco
Keesokan paginya kamu bangun lebih awal. Hari kedua ini penuh petualangan karena tujuannya adalah Kerinci, daerah pegunungan yang sejuk dan terkenal dengan danau birunya yang ajaib, Danau Kaco. Perjalanan menuju sana memang panjang — sekitar 6 jam dari kota Jambi — tapi setiap menitnya penuh cerita. Mobilmu melaju melewati jalan berliku, melintasi hutan tropis, ladang teh, dan kabut tipis yang menyelimuti puncak-puncak bukit.
Sesampainya di Kerinci, udara langsung berubah segar dan dingin. Kamu berhenti sebentar di Desa Lempur, tempat di mana jalur menuju Danau Kaco dimulai. Penduduk desa ramah menyapamu sambil menawarkan kopi Kerinci — rasanya kuat tapi halus, dengan aroma khas tanah pegunungan. Setelah itu, perjalanan mendaki dimulai.
Trek menuju Danau Kaco memakan waktu sekitar 1,5 jam berjalan kaki melewati hutan tropis. Sepanjang perjalanan, kamu mendengar suara serangga, kicau burung, dan sesekali suara air dari sungai kecil. Jalannya lembab tapi penuh pesona. Ketika akhirnya sampai di tepi danau, napasmu seolah terhenti sejenak. Airnya begitu jernih dan biru kehijauan, sampai-sampai dasar danau terlihat jelas. Matahari yang menembus pepohonan membuat permukaannya berkilau seperti kaca biru.
Kamu duduk di batu besar di pinggir danau, hanya mendengarkan suara alam. Tidak ada sinyal, tidak ada kebisingan — hanya kamu, hutan, dan keheningan yang menenangkan. Setelah puas menikmati suasana, kamu kembali ke desa untuk makan siang dengan menu sederhana: ikan sungai goreng, sambal lado hijau, dan sayur pucuk ubi.
Sore hari kamu menuju Air Terjun Telun Berasap, salah satu air terjun terbesar di Jambi. Airnya deras dan jatuh dari tebing tinggi, menciptakan kabut tipis seperti asap yang memberi nama “berasap”. Kamu berdiri di jembatan kayu kecil sambil membiarkan percikan air membasahi wajahmu.
Malamnya kamu menginap di penginapan lokal di Kerinci. Udara dingin dan langit bertabur bintang membuat suasana terasa magis. Di depan perapian kecil, kamu berbincang dengan warga setempat yang bercerita tentang legenda naga di Danau Kaco. Hari kedua berakhir dengan rasa kagum yang sulit dijelaskan — Jambi ternyata menyimpan alam yang benar-benar hidup.
Hari Ketiga: Pasar Tradisional dan Sungai Batanghari yang Tenang
Hari terakhir di Jambi dimulai dengan santai. Kamu kembali ke kota sambil menikmati pemandangan sawah dan hutan yang tampak tak berujung. Begitu tiba, kamu menyempatkan diri mampir ke Pasar Angso Duo, pasar tradisional terbesar di Jambi. Suasananya ramai tapi penuh warna: aroma rempah, suara pedagang memanggil pembeli, tumpukan buah jengkol, petai, hingga kain batik khas Jambi yang dijual oleh ibu-ibu dengan senyum hangat.
Kamu membeli Batik Jambi bermotif durian pecah dan angso duo — motif klasik yang melambangkan kemakmuran. Lalu mencicipi kue padamaran, kue hijau dari tepung beras dan santan yang lembut manisnya.
Menjelang siang, kamu berjalan di sepanjang tepi Sungai Batanghari untuk terakhir kalinya. Sungai itu tampak tenang, seolah menyimpan jutaan cerita masyarakat Jambi dari masa ke masa. Kamu duduk di tepi sungai, menyeruput kopi, dan memandangi arus air yang mengalir perlahan.
Sore hari, sebelum menuju bandara, kamu sempat singgah ke Museum Siginjai. Di dalamnya tersimpan benda-benda peninggalan kerajaan Melayu Jambi, senjata tradisional, hingga artefak dari situs Muaro Jambi. Dari situ kamu sadar — perjalanan tiga hari ini bukan sekadar wisata, tapi perjalanan mengenal jiwa sebuah daerah: tenang, berakar, dan penuh keindahan yang sederhana.
Ketika pesawat lepas landas meninggalkan tanah Jambi, kamu menatap ke luar jendela — melihat kilau sungai yang berkelok di bawah sana. Hati terasa ringan tapi hangat, karena kamu tahu, Jambi bukan sekadar tempat singgah, melainkan kenangan yang akan terus tinggal di dalam perjalananmu.
