adat istiadat yogyakarta
ibu kota Daerah Istimewa Yogyakarta di Indonesia , di bagian selatan – tengah pulau Jawa . Sebagai satu – satunya kota kerajaan Indonesia yang masih diperintah
oleh monarki , Yogyakarta dianggap sebagai pusat penting bagi seni rupa dan budaya Jawa klasik seperti balet , tekstil batik , drama, sastra , musik , puisi ,
pandai perak, seni visual , dan boneka wayang .Terkenal sebagai pusat pendidikan Indonesia , Yogyakarta adalah rumah bagi populasi pelajar yang besar dan
puluhan sekolah dan universitas, termasuk Universitas Gadjah Mada , lembaga pendidikan tinggi terbesar di negara ini dan salah satu yang paling bergengsi.
Yogyakarta adalah ibu kota Kesultanan Yogyakarta dan pernah menjadi ibu kota Indonesia dari tahun 1946 hingga 1948 selama Revolusi Nasional Indonesia , dengan
Gedung Agung sebagai kantor presiden. Salah satu distrik di tenggara Yogyakarta, Kota , pernah menjadi ibu kota Kesultanan Mataram antara tahun 1587 dan 1613.
Tak lengkap rasanya jika membicarakan Jogja tanpa membahas budayanya. Wilayah yang lekat dengan keragaman tradisinya ini tidak hanya dikenal sebagai destinasi pariwisata yang memesona, tetapi juga sebagai tempat yang kaya akan nilai-nilai adat istiadat.
Sebagai daerah di Indonesia yang memiliki sistem pemerintahan berbasis kerajaan atau lebih tepatnya Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Jogja pun memiliki beragam upacara adat yang sarat akan makna. Ragam upacaranya menjadi ciri khas tersendiri yang memperkaya kehidupan masyarakatnya.
ini lah beberapa daftar adat di daerah istimewa jogjakarta:
1.saparan bekakak
bekakak artinya korban penyembelihan hewan atau manusia. Dalam upacara adat ini, bekakak hanya berupa tiruan manusia saja yang aslinya merupakan boneka pengantin
dengan posisi duduk bersila dan terbuat dari tepung ketan. Sesuai namanya, upacara Saparan Bekakak dilakukan pada saat bulan Safar.
Ritual ini masih sering dilaksanakan di Desa Ambarketawang, Gamping, Sleman. Tujuannya sendiri dimaksudkan untuk menghormati roh Kyai dan Nyai Wirasuta yang
merupakan pembawa payung Sri Sultan Hamengku Buwono I.
2.grebeg sekaten
Upacara Sekaten merupakan tradisi tahunan yang digelar untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Dilaksanakan pada setiap bulan Rabiul Awal, Grebeg Sekaten
menjadi puncak dari serangkaian upacara adat Sekaten yang biasanya diadakan selama sebulan.
Pada hari Grebeg Sekaten, terdapat gunungan yang akan diperebutkan bersama oleh masyarakat yang hadir dalam perayaan Sekaten. Upacara Sekaten sendiri merupakan
bagian dari upaya Sultan untuk berdakwah dan mengajak masyarakat agar hidup dengan toleransi.
3.grebeg syawal
Hampir sama seperti Grebeg Sekaten, Grebeg Syawal adalah upacara adat yang dilakukan tiap tahun pada tanggal 1 Syawal atau saat Hari Raya Idul Fitri.
Perayaan turun temurun ini merupakan bagian dari wujud syukur atas berakhirnya masa puasa di bulan Ramadhan, seperti yang dikutip dari menpan.go.id.
Warisan tradisi ini telah berlangsung selama berabad-abad. Nantinya, gunungan akan diserahkan melalui prosesi barisan prajurit keraton yang menjadi daya
tarik sendiri menurut ribuan orang yang berkumpul di Alun-alun Utara. Sebelum diberikan kepada masyarakat, gunungan pun diarak terlebih dahulu dari Keraton
Yogyakarta menuju halaman Masjid Agung Kauman.
4.labuhan
Labuhan merujuk pada tindakan membuang sesuatu ke dalam air, baik itu sungai, laut, atau tempat khusus lainnya. Benda yang dibuang dapat berupa sesaji atau
persembahan kepada roh halus yang dianggap berkuasa di tempat yang dituju.
Tujuan dari upacara ini adalah untuk memohon keselamatan, baik bagi Sri Sultan Hamengku Buwono, Keraton, maupun masyarakat Jogja secara keseluruhan.
Upacara Labuhan dilakukan di beberapa lokasi di Jogja, termasuk Parangkusumo, Gunung Merapi, dan Gunung Lawu.
5.nyadran
upacara adat Nyadran merupakan bentuk tradisi untuk mendoakan leluhur yang telah meninggal. Nyadran juga dikenal sebagai Ruwahan karena dilakukan pada bulan Ruwah.
Ritual ini banyak dilakukan oleh masyarakat yang kental akan budaya Jawanya, termasuk di Jogja.
Upacara ini memiliki beberapa rangkaian kegiatan, mulai dari besik atau membersihkan maham leluhur, kirab atau arak-arakan menuju tempat upacara diadakan,
hingga yang terakhir Kembul Bujono atau makan bersama.