Legenda Gorontalo – Kisah Lahilote
Gempatoto Pada zaman dahulu di tanah Gorontalo, hiduplah seorang pemuda bernama Lahilote. Ia dikenal sebagai nelayan sederhana yang sehari-hari mencari ikan di laut dan berburu di hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Meski hidupnya serba pas-pasan, Lahilote memiliki hati yang baik dan wajah tampan sehingga banyak gadis di kampung menaruh hati padanya. Namun, ia belum menemukan wanita yang benar-benar membuatnya jatuh cinta.
Suatu hari, Lahilote pergi ke sebuah telaga di tengah hutan. Saat ia bersembunyi di balik semak, ia melihat pemandangan luar biasa: tujuh bidadari turun dari langit dengan menggunakan sayap ajaib berbentuk selendang halus. Mereka tertawa ceria, melepaskan selendang, lalu mandi di air jernih telaga. Cahaya tubuh mereka berkilau, membuat Lahilote terpana.
Matanya tertuju pada seorang bidadari paling cantik di antara yang lain. Wajahnya lembut, rambutnya panjang berkilau, dan senyumnya menawan. Saat itulah muncul niat licik di hati Lahilote. Ia berpikir, “Jika aku bisa menikahi bidadari ini, hidupku akan lengkap. Aku tidak akan merasa kesepian lagi.”
Pelan-pelan, Lahilote mendekati tempat para bidadari meletakkan selendang mereka. Dengan hati-hati, ia mengambil salah satu selendang milik bidadari pujaannya dan menyembunyikannya di balik pakaiannya. Setelah puas mandi, para bidadari kembali ke tepian telaga dan mengenakan selendang mereka untuk terbang pulang. Namun, satu bidadari kebingungan karena tidak menemukan selendangnya.
Bidadari itu pun ditinggalkan oleh saudari-saudarinya. Ia menangis tersedu-sedu di tepi telaga. Saat itulah Lahilote muncul, pura-pura iba melihatnya. Dengan suara lembut ia berkata, “Jangan bersedih. Kau bisa ikut denganku. Aku akan menjagamu dan memberimu tempat tinggal.”
Bidadari yang tak berdaya itu akhirnya menurut. Mereka hidup bersama di rumah sederhana Lahilote. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, dan akhirnya mereka menikah. Kehidupan mereka berjalan bahagia, bahkan mereka dikaruniai seorang anak laki-laki.
Namun, kebahagiaan itu tidak bertahan selamanya. Suatu hari, ketika Lahilote pergi melaut, sang bidadari membersihkan rumah. Tanpa sengaja, ia menemukan sebuah selendang yang disembunyikan di dalam bambu di sudut dapur. Hatinya bergetar, karena ia tahu itu adalah selendangnya yang hilang dulu. Seketika air matanya jatuh. Ia sadar bahwa selama ini ia telah ditipu oleh suami yang ia cintai.
Meski hatinya hancur, kerinduan akan kampung halamannya di kayangan lebih kuat. Saat malam tiba, ia mengenakan selendang itu, mencium anaknya untuk terakhir kali, lalu terbang meninggalkan bumi menuju langit.
Lahilote yang baru pulang dari laut sangat terkejut ketika mendapati rumahnya kosong. Anak mereka menangis tanpa ibu, dan selendang itu sudah tak ada lagi. Ia menyesali perbuatannya, menangis berhari-hari, dan mencoba mengejar istrinya hingga ke pantai. Di sanalah ia berdoa agar bisa kembali bertemu.
Masyarakat Gorontalo percaya bahwa doa dan tangisan Lahilote begitu kuat hingga meninggalkan bekas di batu karang di pesisir pantai Dulanga. Bekas itu dipercaya sebagai tapak kaki Lahilote yang masih bisa dilihat hingga kini, disebut Batu Lahilote.
Legenda ini diwariskan turun-temurun sebagai pengingat: cinta tidak bisa dibangun dengan kebohongan. Kesetiaan hanya tumbuh dari kejujuran dan kepercayaan.